BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Inkontinensia
urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada
pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara
15–30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di
rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat
inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia
urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria.
Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi
saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi
lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi
inkontinensia bukan bagian normal proses menua
Beberapa
perubahan berkaitan dengan lanjut usia dan keadaan patologik yang sering
terjadi pada lanjut usia daapat mendukung terjadinya inkontinensia. Inkontinensia
urin mempunyai kemungkinan besar untuk sembuhkan terutama pada penderita dengan
mobilitas dan status mental yang cukup baik. Bahkan bila tidak dapat diobati
sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih baik, sehingga kualitas
hidup penderita dapat ditingkatkan dan meringankan beban yang ditanggung oleh
mereka yang merawat penderita.
Umumnya
penderita usia lanjut merasa segan dan malu untuk membicarakan inkontinensia
yang mereka derita, adalah penting untuk terus memantau gejala ini.
B. TUJUAN
1.
Setelah
menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan mahasiswa dapat memahami
asuhan keperawatan pada lansia.
2.
Setelah
menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan mahasiswa dapat memberikan
asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia urine.
3.
Setelah
menyelesaikan tugas keperawatan gerontik diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi mahasiswa tentang penanganan pada lansia dengan gangguan inkontinensia urine.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Inkontinensia urine adalah pelepasan
urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup banyak,sehingga dapat
dianggap merupakan masalah bagi seseorang.
B. ETIOLOGI
Inkontinensia urine pada umumnya
disebabkan oleh komplikasi dari penyakit seperti infeksi saluran kemih,
kehilangan kontrol spinkter dan perubahan tekanan yang tiba-tiba pada
abdominal.
C. KLASIFIKASI
Inkontinensia urine di klasifikasikan menjadi 3 (
Charlene J.Reeves at all )
1. Inkontinensia
Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat
mengompol atau tak dapat pergi ke toiletsehingga berkemih tidak pada tempatnya.
Bila delirium teratasi maka inkontinensia urinumumnya juga akan teratasi.
Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapatmemicu timbulnya
inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensiapersisten, seperti
fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.Resistensi urin karena
obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pulamenyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitisdan urethritis) mungkin
akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga seringmenyebabkan inkontinensia
akut.Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu
terjadinyainkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung
dan insufisiensi vena dapat menyebabkan
edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinyainkontinensia urin
nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinyainkontinensia
urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa,
analgesicnarcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.Untuk mempermudah
mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapatdilihat akronim di
bawah ini :
-
Delirium
-
Restriksi mobilitas, retensi urin
-
Infeksi, inflamasi, Impaksi
-Poliuria, pharmasi
2. Inkontinensia
Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat
diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputianatomi, patofisiologi dan
klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinislebih bermanfaat
karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.Kategori klinis meliputi :
a) Inkontinensia
urin stress
Tak terkendalinya aliran urin
akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, sepertipada saat batuk, bersin atau
berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnyaotot dasar panggul, merupakan
penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih
sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat
kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral danradiasi. Pasien
mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri.Jumlah urin
yang keluar dapat sedikit atau banyak.
b) Inkontinensia
urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan
sensasi keinginan berkemih.Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin
urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensiadan cedera medula
spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toiletsetelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensiaurin. Inkontinensia
tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia padalansia di atas
75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitasdetrusor
dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksiinvolunter
tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Merekamemiliki
gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh
karenaitu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai
ikontinensia urintipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
3.
Inkontinensia
Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia )
Tidak
terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang
berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran
prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang
menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan
faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa
adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
4.
Inkontinensia
urin fungsional
Memerlukan
identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat
faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat,
masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan
unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia
urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih
dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan
identifikasi semua komponen.
Walaupun
begitu, bebrapa perubahan – perubahanberkaitan dengan bertambahnya usia, dan
faktor – faktor yang sekarang timbul sebagai akibat seorang menjadi lanjut usia
dapat mendukung terjadinya inkintinensia (kane,dkk). Faktor – faktor yang berkaitan
dengan bertambahnya usia antara lain :
a.
Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca
indra dan kemunduran system lokomosi.
b.
Kondisi – kondisi medic yang patologik dan berhubungan
dengan pengaturan urin, misalnya pada penyakit DM, gagal jantung kongestif.
D. MANIFESTASI
KLINIK
1.
Urgensi
2.
Retensi
3.
Kebocoran urine
4.
Frekuensi
E. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia
urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran
kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal
cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar
panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun
inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol
urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
F. PEMERIKSAAN
DIAGNOSA
1. Pengkajian fungsi otot destrusor
2.
Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat
keparahan / kelainan dasar
panggul )
3. Cystometrogram dan elektromyogram
4.
Laboratorium
: Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
5. Kultur Urine
a.Steril
b.Pertumbuhan tak
bermakna ( 100.000 koloni / ml)
c.Organisme.
6.
Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih dilakukan untuk
mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakanuntuk mencatat waktu dan jumlah
urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan
gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan polaberkemih tersebut
dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau
respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena
dapatmenyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin
pada dirinya.
G.
PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan inkontinensia urin
menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis,
mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot
pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan
sebagai berikut :
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang
dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan,
selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum
2. Terapi non farmakologi
Dilakukan
dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti
hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi.
3. Terapi farmakologi
Obat-obat
yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia
stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis
seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk
stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.
4. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe
stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak
berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain
Sambil
melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia
urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami
inkontinensia urin, diantaranya adalah
pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
(
INKONTINENSIA URINE )
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Klien
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
2. Riwayat
Kesehatan
a)
Riwayat
kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
b)
Riwayat
kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
c)
Riwayat
kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan
Fisik
a)
Keadaan
umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia
Pemeriksaan Persistem :
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia
Pemeriksaan Persistem :
·
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
·
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
·
B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
Kesadaran biasanya sadar penuh
·
B4(bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
·
B5(bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
·
B6(bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
4. Pemeriksaan
Penunjang
a) Urinalisis
o Hematuria.
o Poliuria
o Bakteriuria.
o Hematuria.
o Poliuria
o Bakteriuria.
b) Pemeriksaan
Radiografi
o IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
o VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
o IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
o VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
c)
Kultur
Urine
o Steril.
o Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
o Organisme.
o Steril.
o Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
o Organisme.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko
infeksi berhubungan dengan
inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama
2.
Resiko Kerusakan Integitas kulit
yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
3.
Resiko ketidakefektifan
penatalaksaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan
tenttang penyebab inkontinen, penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung
kemih, tanda dan gejala komplikasi, serta sumbekomunitas
4.
Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan Perubahan
pola sosial sekunder akibat defisit fungsi perawatan diri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar